MEDAN – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) bersama dengan personel Kodam I/Bukit Barisan melakukan penggeledahan di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan gudang penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) di kawasan Jalan Mandala, Yos Sudarso, dan Marelan pada Rabu (6/11/2024).
Kegiatan ini menuai reaksi masyarakat, mengingat masih belum adanya kejelasan terkait potensi kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan kasus penyimpangan distribusi BBM non-subsidi tersebut.
Sebelumnya, Kejatisu telah memulai penyelidikan kasus ini sejak 4 November 2024, namun belum mengumumkan adanya kerugian negara secara pasti. Hal ini memicu pertanyaan, terutama karena penggeledahan dilakukan tanpa melibatkan pihak kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), yang biasanya ikut serta dalam penyelidikan terkait penyimpangan distribusi BBM.
Penggeledahan ini didasari pada surat perintah penyidikan nomor 43/L2/Fd.2/11/2024 yang ditandatangani Kepala Kejatisu, Idianto, SH, MH secara elektronik. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 28/PUU-XXI/2023, jaksa penuntut dalam penyidikan kasus korupsi dinyatakan konstitusional, namun syaratnya adalah adanya indikasi kerugian negara. Namun hingga saat ini, Kejatisu masih belum dapat memastikan hal tersebut.
Fungsioner Humas Kejatisu, Monang Sitohang, SH, menjelaskan bahwa kompensasi kerugian negara masih dalam proses. “Sampai sekarang belum, masih berproses, ” ujar Monang ketika dikonfirmasi.
Ia juga membantah kabar bahwa surat permintaan pengawalan untuk penggeledahan tersebut tidak diketahui oleh Kepala Kejatisu. Menurutnya, prosedur telah sesuai hukum karena izin penggeledahan diperoleh dari pengadilan, sehingga tidak memerlukan izin dari pimpinan Kejatisu.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
“Yang jelas, izin dari pengadilan sudah ada dan sah secara hukum, ” tegas Monang.
Meski demikian, masyarakat tetap menganalisis dasar kuat di balik tindakan penggeledahan ini, terutama mengingat tidak adanya laporan kerugian negara yang pasti dan ketidakhadiran pihak kepolisian serta BPH Migas dalam proses tersebut.