SIMALUNGUN-Ketua umum dewan pimpinan pusat Partuha Maujana Simalungun DR. Sarmedi Purba mendukung upaya polri khusunya kepolisian Sumatera Utara dan Polres Simalungun menindak tegas segala bentuk tindak pidana di wilayah Kabupaten Simalungun.
"Segala bentuk tindak pidana ada konsekwensi hukum yang harus dijalani, ”ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partuha Maujana Simalungun DR. Sarmedi Purba dalam keterangan resminya, Minggu 24 Maret 2024
Baca juga:
Gugatan Mahasiswa UKI Ditolak oleh MK
|
Ketua Umum DPP Partuha Maujana Simalungun DR. Sarmedi Purba dalam keterangan resminya juga kembali menegaskan, bahwa di Kabupaten Simalungun tanah Habonaron Do Bona tidak ada yang namanya tanah adat atau tanah ulayat di Bumi Habonaron Do Bona
Ketua Umum DPP Partuha Maujana Simalungun itu, juga mengecam tegas terhadap siapa pun atau lembaga mana pun, apalagi itu bukan Etnik Simalungun yang mengklaim memiliki tanah adat di wilayah kabupaten Simalungun Tano Habonaron do Bona
Menurut DR. Sarmedi Purba, pernyataannya didukung dengan terbitnya peraturan Menteri ATR-RI, Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun 2024 dan tahun penyelengaraan administrasi dan pendaftaran tanah hak ulayat masyarakat hukum adat, yang menyatakan bahwa tidak ada tanah adat ulayat di Wilayah Kabupaten Simalungun.
"Tanah tidak bisa diserahkan sebagai tanah ulayat kalau sebelumnya sudah diberikan negara kepada perusahaan pengelola yang memiliki hak guna usaha yang berbadan hukum, " beber Ketua Umum DPP Partuha Maujana Simalungun, DR. Sarmedi Purba
Sementara Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Pemangku Adat dan Budaya Simalungun (DPP-PABS) meminta lembaga dan organisasi LSM lainya yang tidak paham tentang sejarah adat budaya dan peradaban suku Simalungun agar tidak melakukan tindakan yang seolah-olah mengesampingkan harajaon dan suku Simalungun sebagai pemilik hak natural dan kultural di tanah eks wilayah harajaon Simalungun.
Kita juga tidak menyalahkan kalau ada marga-marga dan suku-suka yang lain yang memiliki tanah di Kabupaten Simalungun, tapi jangan sesekali-kali mengatakan bahwa itu tanah adatnya. Kita juga memberikan kesempatan untuk hidup berdampingan dengan marga-marga lain
"Tapi jangan langsung mengklaim tanah adat kami. Karena pada hakekatnya yang disebut hak adat adalah hak pemilik warisan, ”ujar Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Pemangku Adat dan Budaya Simalungun Hermato Sipayung, SH
Hermato Sipayung juga mengatakan, beberapa bulan yang lalu, ada orang yang mendatangi Pemangku Adat dan Budaya Simalungun untuk meminta rekomendasi agar mereka diakui sebagai lembaga adat, namun kami menolaknya secara tegas,
"Kami tegas menolaknya, setelah kami buka sejarah mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan eks harajaon Simalungun sebagai pemilik kekuasaan hak adat di Kabupaten Simalungun dan berdasarkan Itulah, Kami menyurati Presiden yang tembusannya ke KSP yang diduga ada orang-orang yang membacking lembaga-lembaga yang mengklaim yang mengesampingkan hak-hak dasar masyarakat Siantar-Simalungun.
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Pemangku Adat dan Budaya Simalungun (DPP-PABS) itu, juga minta oknum-oknum itu agar belajar lebih banyak sejarah tentang objek-objek hukum adat agar tidak mengesampingkan hak-hak orang lain dengan memanipulasi hak-hak adat di Siantar Simalungun.
Selain itu, dirinya juga minta Bupati dan DPRD Kabupaten Simalungun apabila membuat Perda agar mengesampingkan permintaan lembaga-lembaga lain kalau tidak berdasarkan sejarah Simalungun dan sekali lagi saya tegaskan tidak Ada Tanah Adat dan Ulayat di Tano Habonaron Do Bona, ”tegas Hermanto.